Korea Selatan tidak saja memiliki angkat kelahiran yang rendah tetapi juga semakin sedikit ibu di Korea Selatan yang menyusui anaknya. Cari tahu alasannya yuk, Bunda.
Korea Selatan memiliki angka kelahiran terendah di dunia, dan terus menurun dari tahun sebelumnya. Angka yang dirilis sebelumnya berada di 8 persen, dan mengalami penurunan lagi pada tahun 2023 menjadi 0,72.
Jika tren ini berlanjut, populasi Korea diperkirakan akan berkurang setengahnya pada tahun 2100. Berbagai cara dilakukan pemerintah Korea, agar penduduknya mau hamil dan melahirkan anak. Dibutuhkan kenaikkan 2,1 persen agar populasi tetap stabil.
Secara global, negara-negara maju mengalami penurunan angka kelahiran, tetapi tidak ada yang seekstrem Korea Selatan, seperti dikutip dari laman Bbc.
Dalam waktu 50 tahun, jumlah penduduk usia kerja akan berkurang setengahnya, jumlah yang memenuhi syarat untuk mengikuti wajib militer negara itu akan menyusut hingga 58 persen, dan hampir setengah dari populasi akan berusia lebih dari 65 tahun.
Hal ini menjadi pertanda buruk bagi ekonomi, dana pensiun, dan keamanan negara sehingga para politisi menyatakannya sebagai "darurat nasional". Selama hampir 20 tahun, pemerintah berturut-turut telah menggelontorkan uang untuk mengatasi masalah tersebut.
Ibu menyusui juga mengalami penurunan di Korea Selatan
Tingkat kelahiran yang minim tentu membuat peran ibu menyusui semakin tak terlihat. Selain itu, banyaknya ibu bekerja juga mendorong fakta menyedihkan yang terjadi di Korea Selatan, yakni semakin sedikitnya orang yang menyusui anaknya.
Proporsi bayi Korea yang disusui oleh ibu mereka enam bulan setelah lahir turun dari 66 persen pada tahun 2010-2012 menjadi 34 persen pada tahun 2019-2020, menurut sebuah studi yang dirilis The Journal of Korean Medical Science.
Peneliti Chang Ju-young dan Oh So-hee dari Boramae Medical Center di Seoul dan Hong Jea-na dari Kangwon National University menemukan bahwa angka tersebut turun dari 65,9 persen selama periode tersebut menjadi hanya 33,6 persen. Itu termasuk ibu yang menggunakan campuran ASI dan susu formula.
Rasio ibu yang hanya memberi anak mereka ASI turun paling tajam dari 42,8 persen menjadi 13,1 persen. Perkembangan ini bertolak belakang dengan tren global, di mana pemberian ASI semakin didorong karena manfaatnya yang sangat besar bagi kesehatan anak dan, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, rata-rata global adalah 41 persen pada tahun 2017.
ASI terbukti lebih baik untuk bayi baru lahir karena mengandung campuran nutrisi penting yang seimbang seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan antibodi yang mendukung sistem kekebalan tubuh bayi.
Bayi yang disusui dilaporkan memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit seperti dermatitis atopik, asma, dan obesitas dibandingkan dengan mereka yang diberi susu formula. Selain itu, bayi yang disusui cenderung memiliki perkembangan otak yang lebih cepat.
Menyusui juga bermanfaat bagi ibu. Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita yang menyusui memiliki risiko lebih rendah terkena kondisi seperti kolesterol tinggi, diabetes, dan kanker payudara. Proses menyusui juga dapat meningkatkan ikatan emosional antara ibu dan bayi.
WHO and the American Academy of Pediatrics merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi, diikuti dengan pemberian ASI berkelanjutan beserta makanan pendamping hingga 1-2 tahun, yang memang merupakan tantangan berat bagi banyak ibu menyusui.
Alasan utama penurunan angka tersebut di Korea adalah meningkatnya jumlah ibu yang bekerja dan kurangnya kesadaran untuk memberikan ASI pada bayi. Selain itu, minimnya fasilitas seperti ruang menyusui yang tenang semakin memengaruhi keputusan mereka untuk tidak menyusui di tempat umum, seperti dikutip dari laman Chosun.
Seorang ibu pekerja berusia 30 tahun yang memiliki bayi berusia lima bulan berkata, "Saya hanya mengambil cuti selama tiga bulan setelah melahirkan karena saya ingin mengambil cuti pengasuhan anak saat anak saya masuk sekolah dasar. Saya bekerja di perusahaan kecil, jadi tidak ada ruang menyusui, jadi saya harus pergi ke toserba dekat kantor setiap tiga hingga empat jam dengan membawa pompa ASI dan kompres es."
Jung Yoo-mi, mantan kepala the Academy of Breastfeeding Medicine Korea mengatakan, "Sulit bagi bayi dan ibu untuk bersama 24 jam sehari, tetapi sangat penting untuk membentuk ikatan melalui menyusui. Klinik kebidanan dan pusat perawatan pasca persalinan harus menyiapkan lebih banyak ruang menyusui dan membantu ibu belajar cara menyusui bayinya."
Demikian ulasan mengenai alasan menurunnya para ibu menyusui di Korea Selatan. Selain dipengaruhi oleh jumlah kelahiran yang juga menurun, minimnya dukungan bagi ibu menyusui di tempat kerja dan fasilitas umum, membuat mereka memilih untuk tidak memberikan ASI pada anaknya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)