.png)
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, mengatakan ada 115 permohonan perselisihan hasil pilkada serentak 2024. Hal ini dia sampaikan dalam rapat kerja bersama Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 10 Desember 2024.
"Untuk permohonan perselisihan hasil pilkada juga kami rekap datanya. Nah, ini potensi gugatan," kata Bima.
Bima menyatakan, perselisihan paling banyak datang dari pilkada tingkat kabupaten, disusul pilkada tingkat kota. "Ada 86 perselisihan hasil pilkada untuk bupati, ada 29 untuk wali kota, dan tidak ada catatan sejauh ini terkait dengan permohonan perselisihan hasil pilkada untuk tingkat gubernur," kata dia.
Berdasarkan data per 7 Desember 2024, permohonan sengketa pilkada terbanyak datang dari Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) dan Sulawesi Utara (Sulut). Setidaknya ada 9 permohonan dari masing-masing daerah.
Kemudian, permohonan sengketa terbanyak berikutnya berasal dari Sumatera Selatan dan Sulawesi Tenggara dengan 8 permohonan. Lalu, dari Maluku Utara dan Riau ada tujuh permohonan PHP.
Berikutnya, ada enam permohonan PHP dari Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Sementara dari Provinsi Kalimantan Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Tengah ada lima permohonan sengketa.
Bima Arya juga menyinggung perihal dua daerah yang pilkadanya dimenangkan oleh kotak kosong. Kedua daerah tersebut adalah Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang.
"Berdasarkan hasil raker dan RDP dengan Komisi II DPR RI, kami sepakati pilkada ulang diselenggarakan 27 Agustus 2025. Tentu kami pastikan lagi untuk aspek teknis terkait dengan pendanaannya tadi," kata Bima.
Sementara itu, menurut catatan Mahkamah Konstitusi hingga Selasa pukul 14.20 WIB, MK telah menerima sebanyak 211 permohonan sengketa pilkada. Permohonan terbanyak berasal dari pilkada tingkat kabupaten dan kota.
