TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Advokasi Tambang atau JATAM menolak dicantumkan sebagai informan utama dalam disertasi doktoral Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia.
Koordinator Nasional JATAM, Melky Nahar, mengatakan pihaknya tidak pernah memberikan persetujuan untuk menjadi informan dalam disertasi Bahlil yang berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”.
“Kami tidak pernah memberikan persetujuan, baik secara tertulis maupun lisan, untuk menjadi informan utama bagi disertasi tersebut,” kata Melky dalam surat resmi yang ditujukan kepada Rektor Universitas Indonesia (UI), Ketua Senat Akademik UI, Ketua Dewan Guru Besar UI, serta Ketua Majelis Wali Amanat UI, tertanggal 6 November 2024.
Menurut Melky, JATAM hanya memberikan persetujuan untuk diwawancara oleh Ismi Azkya yang memperkenalkan diri sebagai peneliti Lembaga Demografi UI. Namun, kata Melky, JATAM tidak diberi informasi bahwa wawancara tersebut merupakan salah satu proses penelitian untuk disertasi Bahlil.
Melky mengatakan, JATAM baru mengetahui adanya pencantuman nama sebagai informan utama ketika sudah menerima salinan disertasi Bahlil pada Rabu, 16 Oktober 2024.
“Kami menuntut nama JATAM beserta seluruh informasi yang telah diberikan untuk dihapus dari disertasi tersebut,” ucap Melky.
Staf Humas Lembaga Demografi UI, Endang Resmiati, mengkonfirmasi Ismi Azkya sebagai peneliti lembaga tersebut.
“Betul,” kata Endang ketika dihubungi pada Jumat, 8 November 2024. Tempo sudah mencoba menghubungi Ismi Azkya untuk meminta keterangannya. Namun sampai berita ini ditulis, yang bersangkutan belum membalas pesan yang dilayangkan.
Respons UI
Menanggapi penolakan JATAM tersebut, UI mengatakan, masukan tersebut akan menjadi perhatian. Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia, mengatakan Bahlil masih harus menjalani tahap revisi naskah setelah sidang ujian terbuka.
“Apabila ada masukan seperti ini, tentu akan menjadi perhatian dan dilakukan perbaikan sebagaimana harusnya,” kata Amelita kepada Tempo melalui pesan singkat pada Kamis, 7 November 2024.
Bahlil mendapat gelar doktoral dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI setelah menjalani sidang terbuka pada 16 Oktober 2024. Gelar doktor Bahlil menuai polemik karena berhasil diraih dalam waktu kurang dari 2 tahun. Dewan Guru Besar UI sendiri telah membentuk tim investigasi untuk memeriksa pemberian gelar doktoral Bahlil lebih lanjut.
Sementara itu, Bahlil mengatakan, pembentukan tim investigasi itu urusan internal kampus. Karena itu, dia meminta agar hal ini ditanyakan kepada pihak yang bersangkutan.
"Saya cuma menjalankan aturan yang ditetapkan di UI," ucapnya saat ditemui di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta pada Sabtu, 19 Oktober 2024.