TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding mengatakan surat presiden atau supres capim KPK dari mantan Presiden Joko Widodo memang rentan dipermasalahkan.
“Memang ada ruang dipermasalahkan ketika menggunakan surpres Presiden Jokowi,” kata Sudding saat dihubungi Tempo, Ahad, 10 November 2024.
Oleh karena itu, Sudding mengatakan pimpinan DPR akan menggelar rapat Badan Musyawarah untuk membahas hal ini. DPR juga akan mengkonfirmasi Presiden Prabowo Subianto apakah akan mengirim surpres baru yang ditandatanganinya atau menggunakan supres Jokowi.
“Sampai saat ini komisi belum mendapapatkan informasi akan hal tersebut dari pimpinan DPR,” ujarnya.
Sebelumnya Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan panitia seleksi bentukan Presiden Joko Widodo tidak sah. Menurut dia, Jokowi sudah tidak berhak dan tidak berwenang membentuk pansel capim KPK dan calon dewas KPK.
“Pansel sah hanya apabila dibentuk Bapak Prabowo, sedangkan yang dibentuk oleh Jokowi tidak sah,” ucap dia dalam keterangannya, Sabtu, 19 Oktober 2024.
Boyamin lantas mendaftarkan gugatan uji materi Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK), 5 November kemarin. Isinya meminta MK memaknai kembali pasal tersebut secara lebih spesifik karena berdasarkan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 terkait UU KPK, seharusnya Presiden RI hanya boleh sekali membentuk panitia seleksi calon pimpinan dan dewan pengawas KPK. Sehingga yang berwenang membentuk pansel KPK periode 2024-2029 adalah Presiden Prabowo.
Jokowi telah mengirimkan surpres capim dan dewas KPK tertanggal 15 Oktober 2024 ke DPR. Namun, Ketua DPR Puan Maharani tak kunjung memproses nama-nama yang diajukan oleh Jokowi. Alasannya, menunggu pengumuman kabinet pemerintahan mendatang terlebih dahulu.
Pakar Hukum Tata Negara Herdiansyah Hamzah mengatakan pimpinan KPK hasil seleksi Jokowi rentan digugat oleh tersangka korupsi yang diusut KPK. Ia mengatakan, apabila daftar capim KPK warisan Jokowi tetap dipaksakan Prabowo dengan alasan waktu, hal ini akan bertentangan dengan Putusan MK Nomor 112 dan dipertanyakan legitimasinya.
“Jadi legitimasi secara hukumnya akan lemah karena tidak memenuhi perintah MK dan itu gampang sekali dikalahkan koruptor,” kata Herdiansyah, kemarin.