TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendukung ide pembangunan sekolah khusus korban kekekerasan, termasuk kekerasan seksual. Wacana itu, kata Gibran digulirkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti.
“Anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual dan lain-lain ini harus mendapatkan atensi khusus. Jangan sampai mereka malah dikeluarkan dari sekolah. Kalau bisa kita beri atensi khusus, kalau bisa dibangunkan sekolah khusus untuk mereka,” kata Gibran saat memberi sambutan dalam rapat koordinasi evaluasi pendidikan dasar dan menengah di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, pada Senin, 11 November 2024.
Gibran menilai ide tersebut sangat baik. “Dan saya kira nanti kalau dilaporkan ke Pak Presiden Prabowo, beliau pasti akan menyambut baik juga,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Gibran meminta Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak tidak dijadikan alat untuk kriminalisasi guru. Ia mengusulkan supaya ada UU Perlindungan Guru.
Awalnya, Gibran bicara terkait sekolah yang harus jadi tempat aman untuk murid sekaligus guru. Putra Presiden ke-7 Joko Widodo ini meminta jangan ada lagi kasus kekerasan, bullying, hingga kriminalisasi guru. "Ini salah satu contoh contoh yang ada sekarang," kata dia.
Gibran kemudian bicara terkait UU Perlindungan Anak. Ia menyebut UU tersebut justru kini digunakan untuk menyerang para guru. Karena kondisi itu lah, Gibran mengusulkan perlu adanya UU Perlindungan Guru supaya guru bisa nyaman dalam mendidik tanpa harus takut dikriminalisasi.
"Guru (juga jadi) punya ruang mendidik dengan cara disiplin tapi harus ada UU dan perlindungannya," kata Mantan Wali Kota Solo ini.
Rapat koordinasi hari ini dihadiri oleh para kepala Dinas Pendidikan dari seluruh Indonesia dan sejumlah kepala daerah yang diundang secara khusus. Acara tersebut bertujuan untuk memperbaiki kinerja atas kebijakan-kebijakan yang telah dilaksanakan oleh kementerian.
Terdapat dua isu utama yang dibahas pada rakor tersebut yaitu kebijakan zonasi dan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), serta kebijakan guru yang berstatus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). "Ini merupakan dua isu yang memang menjadi polemik di masyarakat," kata Abdul Mu'ti.