TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan kementeriannya tidak akan terburu-buru dalam menerapkan kembali kebijakan Ujian Nasional. Pernyataan itu disampaikannya kepada wartawan dalam rapat koordinasi nasional bersama para Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia yang digelar di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, Senin, 11 November 2024.
“Kami masih akan mengadakan lagi acara seperti ini, mengundang para ahli, para pelaku, dan juga para pengamat, termasuk mungkin nanti wartawan juga bisa kita undang untuk ikut memberikan evaluasi tentang Ujian Nasional,” kata Mu’ti. Dia mengatakan masih akan menggunakan waktu satu bulan ke depan untuk menyerap berbagai aspirasi, termasuk soal penyelenggaraan UN yang sempat dihapus di era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.
Mu’ti juga mengatakan ia diberi pesan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk tidak terburu-buru dalam menetapkan kebijakan. “Pesannya Pak Presiden kan memang ojo kesusu (jangan terburu-buru),” kata Mu’ti. Dia juga menegaskan kementeriannya memiliki visi untuk menyediakan pendidikan yang bermutu bagi semua siswa.
Langkah Abdul Mu’ti untuk mengkaji Ujian Nasional menuai berbagai respons dari publik. Pada awal November, Aliansi Pendidikan Baik membuat petisi untuk menolak kembalinya UN. Per hari ini, petisi yang diunggah di change.org itu sudah mendapat 2.058 tanda tangan.
Terpisah, Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai keputusan untuk mengembalikan UN atau tidak harus dipertimbangkan sesuai fungsi dan tujuannya. “Sebenarnya UN itu juga mungkin kita harus pertimbangkan apakah menjadi penentu kelulusan atau UN sebagai data dan informasi bagaimana peta kondisi pendidikan kita secara nasional menyeluruh,” kata Hetifah kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSKP), Nisa Felicia, menilai akan terjadi kemunduran apabila Ujian Nasional diberlakukan kembali. “Kita sudah melihat dampak buruknya ada nyontek-nyontekan, bahkan itu dilegalisasi demi memastikan 100% itu lulus,” kata Nisa saat ditemui di forum diskusi yang digelar PSKP di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, pada Rabu, 30 Oktober 2024.