Tak Perlu Merasa Bersalah, Ternyata Penyebab Anak Picky Eater Bukan karena Orang Tua

10 hours ago 8

Jakarta -

Banyak orang tua merasa frustrasi bahkan merasa bersalah karena anak mereka picky eater, Bunda. Padahal, penelitian mengungkap hal ini bukan karena kesalahan orang tua.

Picky eater merupakan kondisi di mana anak sulit makan karena hanya ingin mengonsumsi makanan tertentu. Misalnya saja mereka akan menolak sayur atau makanan yang baru dikenalnya.

Menilik dari laman Psypost, sebuah studi longitudinal terhadap anak-anak di Inggris menemukan bahwa anak picky eater sangat ditentukan oleh faktor genetik pada segala usia. Namun, hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan selama masa kanak-kanaknya.

Penelitian ini telah diterbitkan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry. Penulis studi, Zeynep Nas dan rekan-rekannya melakukan studi ini dengan tujuan untuk mengeksplorasi lintasan perkembangan picky eater dari masa kanak-kanak hingga remaja awal dengan memperkirakan kontribusi faktor genetik dan lingkungan terhadap perbedaan individu.

Penelitian penyebab anak picky eater

Peserta dalam penelitian ini diambil dari Gemini, yakni kelompok anak kembar berbasis populasi yang lahir di Inggris dan Wales pada tahun 2007. Anak-anak ini telah diikuti sebagai bagian dari proyek penelitian yang sedang berlangsung selama lebih dari satu dekade.

Pada permulaan penelitian, ada sekitar 3.854 peserta anak usia 16 bulan. Pada saat mereka mencapai usia 13 tahun, 970 peserta tetap dalam penelitian ini.

Para peneliti menganalisis data tentang picky eater yang dikumpulkan pada titik waktu yang berbeda menggunakan Child Eating Behavior Questionnaire yang dilaporkan orang tua. Kuesioner ini diselesaikan ketika peserta berusia 3, 5, 7, dan 13 tahun.

Mereka juga memeriksa data apakah anak-anak tersebut kembar monozigot atau dizigotik, sesuai dengan jenis kelaminnya, Bunda.

Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak di usia awal memiliki tingkat picky eater di atas rata-rata dan cenderung menjadi lebih pemilih seiring dengan bertambahnya usia. Anak menunjukkan penurunan kondisi picky eater di usia tujuh dan 13 tahun, meski tingkat picky eater mereka tetap di atas rata-rata.

Korelasi skor picky eater di antara anak kembar monozigot (identik) dua kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi picky eater sebagian besar didorong oleh faktor genetik. Meski begitu, faktor lingkungan juga menyumbang sekitar 25 persen untuk kondisi ini, Bunda.

"Pemeriksaan longitudinal ini memberikan bukti picky eater menjadi sifat yang sangat diwariskan yang relatif stabil dari masa kanak-kanak hingga remaja awal, dengan pengaruh genetik yang sebagian besar bertanggung jawab atas kontinuitasnya," simpul penulis penelitian.

"Orang tua tidak bisa disalahkan atas perilaku makan anak-anak mereka. Intervensi yang menargetkan picky eater ini bisa dimulai sejak balita dan mungkin perlu disesuaikan dan intensif pada titik waktu perkembangan yang berbeda," lanjutnya.

Apa yang bisa Bunda dan Ayah lakukan?

Dikutip dari laman CBC, meskipun picky eater memiliki komponen genetik yang kuat, bukan berarti hal ini tidak bisa diatasi. Menurut penulis studi senior dari Universitas Leeds di Inggris, Alison Fildes, Bunda dan Ayah bisa terus mendukung anak untuk bisa mengonsumsi berbagai macam makanan.

"Orang tua bisa terus mendukung anak-anak mereka untuk makan berbagai macam makanan sepanjang masa kanak-kanak hingga remaja. Namun, teman sebayanya mungkin menjadi pengaruh yang lebih penting saat mereka mencapai usia remaja," ungkapnya.

Tidak hanya itu, menilik dari laman Canadian Paediatric Society, orang tua bisa menghindari gangguan yang bisa memengaruhi makan anak. Misalnya saja dengan memberikan gadget atau screen time saat makan, hanya menyediakan satu makanan yang anak sukai setiap makan, dan memberikannya porsi kecil dalam segala makanan.

Ahli Diet dari Edmonton, Kanada, Megan Wallace, mengatakan kunci dari mengatasi picky eater ini adalah dengan meningkatkan paparan makanannya. Hal ini termasuk membiarkan anak melihat, mencium, menyentuh, hingga meremas makanan baru.

"Kami diajari untuk tidak bermain-main dengan makanan kami. Itu tidak sopan. Namun, Bunda bisa berbicara dengan psikolog manapun tentang bagaimana anak-anak belajar dan mereka belajar melalui permainan," ujarnya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(mua/fir)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online