Jakarta -
Sindrom Klinefelter termasuk kondisi yang cukup langka yang hanya terjadi pada assigned male at birth (AMAB) atau anak laki-laki saat lahir. Sindrom Klinefelter dapat memengaruhi pertumbuhan organ reproduksi laki-laki termasuk kesuburannya, Bunda.
Pada kasus yang umum, sindrom Klinefelter mungkin tidak dapat terdeteksi atau menunjukkan gejala setelah bayi lahir. Maka dari itu, Bunda perlu mengenal ciri-ciri sindrom Klinefelter dan cara mengatasi penyakit genetik ini ya.
Simak penjelasan terkait ciri dan penanganan seseorang yang mengalami sindrom Klinefelter berikut ini!
Apa itu Sindrom Klinefelter?
Dikutip dari Cleveland Clinic, sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik di mana seseorang memiliki kromosom X tambahan dalam kode genetiknya. Orang dengan sindrom Klinefelter memiliki total 47 kromosom (47, XXY).
Perlu diketahui, normalnya laki-laki hanya memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY). Kehadiran kromosom X ekstra pada sindrom ini dapat mempengaruhi perkembangan tubuh dan organ seksual laki-laki
Sindrom Klinefelter merupakan kondisi bawaan atau penyakit genetik ya, Bunda. Gejalanya sangat bervariasi dari orang ke orang.
Penyebab sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter terjadi ketika ada tambahan kromosom X dalam kode genetik. Perubahan ini terjadi sebelum kelahiran dan berikut beberapa penyebabnya:
- Sel sperma membawa kromosom X tambahan.
- Sel telur memiliki kromosom X tambahan.
- Sel membelah secara tidak benar selama perkembangan janin awal. Penyedia layanan kesehatan menyebut mosaik ini sebagai sindrom Klinefelter.
"Sekitar setengah dari kromosom tambahan dimulai di sel telur ibu. Sementara yang lainnya berasal dari sperma ayah," kata dokter anak Karen Gill, M.D, dikutip dari Healthline.
"Beberapa orang dengan sindrom ini juga dapat memiliki lebih dari satu kromosom X tambahan. Misalnya, kromosom mereka mungkin terlihat seperti XXXXY, sedangkan yang lain memiliki kelainan kromosom yang berbeda di setiap sel. Misalnya, beberapa sel mungkin XY, sementara yang lain XXY. Kondisi itu disebut mosaikisme," sambungnya.
Ciri-ciri gejala sindrom Klinefelter
Tanda dan gejala sindrom Klinefelter dapat bervariasi, Bunda. Dalam beberapa kasus, ciri-cirinya sangat ringan sehingga kondisinya tidak terdiagnosis hingga masa pubertas atau dewasa.
Para peneliti percaya bahwa hingga 65 persen orang dengan sindrom Klinefelter tidak pernah terdiagnosis. Tetapi, ada pula ciri atau gejala yang mudah dikenali.
Gejala fisik
Gejala fisik sindrom Klinefelter memengaruhi tubuh dan cara kerjanya. Berikut beberapa gejala fisik sindrom ini:
- Ukuran penis yang lebih kecil
- Testis yang tidak turun
- Proporsi tubuh yang tidak biasa, seperti sangat tinggi atau memiliki kaki yang panjang dan badan yang pendek
- Kaki datar (flat foot)
- Sinostosis radioulnar, yakni kondisi langka di mana kedua tulang lengan bawah terhubung secara tidak normal
- Mengalami masalah koordinasi
- Testis tidak menghasilkan cukup testosteron atau sperma
- Peningkatan jaringan payudara (ginekomastia) pada masa remaja atau dewasa
- Peningkatan risiko pembekuan darah
- Tulang yang lemah atau risiko patah tulang yang lebih tinggi (osteopenia atau osteoporosis saat dewasa)
Orang dengan sindrom Klinefelter juga umumnya mengalami infertilitas, yang berarti kehilangan kemampuan untuk menghasilkan sperma. Jika laki-laki menerima diagnosis Klinefelter, maka ia harus menemui dokter spesialis kesuburan untuk mengatasinya.
Gejala sindrom Klinefelter neurologis
Gejala neurologis menggambarkan hal-hal seperti masalah perilaku, masalah belajar, atau kondisi kesehatan mental. Gejala-gejala ini termasuk:
- Depresi
- Kecemasan
- Masalah sosial, emosional, atau perilaku
- Perilaku impulsif
- Perbedaan belajar seperti tantangan membaca dan bahasa
- Gangguan kurang perhatian/hiperaktivitas (ADHD)
- Keterlambatan bicara
- Gangguan spektrum autisme
Ilustrasi Janin/ Foto: Getty Images/iStockphoto
Diagnosis sindrom Klinefelter
Diagnosis sindrom Klinefelter dapat dilakukan sejak masa kehamilan, kanak-kanak, hingga dewasa. Berikut penjelasannya:
1. Masa perkembangan janin
Penyedia layanan kesehatan jarang mendiagnosis sindrom ini selama hamil atau masa perkembangan janin, Bunda. Sindrom Klinefelter dapat dideteksi melalui pemeriksaan khusus, seperti:
- Chorionic Villus Sampling (CVS): tes prenatal untuk memeriksa sel-sel dari plasenta guna mendeteksi kelainan kromosom. Tes ini dapat dilakukan di trimester usia kehamilan 10 sampai 13 minggu.
- Amniosentesis: tes yang dilakukan dengan mengambil sampel cairan ketuban untuk memeriksa kondisi kromosom dan genetik janin di dalam kandungan. Tes ini biasanya dilakukan antara minggu ke-15 sampai ke-18.
- NIPT (Non-invasive Prenatal Testing Test): skrining yang dilakukan untuk bisa melihat DNA dari plasenta bayi yang ada di dalam sampel darah ibu hamil. Tes dapat dilakukan mulai usia kehamialn 10 minggu dan memiliki akurasi hampir 99 persen.
2. Masa kanak-kanak atau remaja
Tenaga medis mungkin menyarankan tes jika melihat pertumbuhan atau perkembangan yang tidak lazim pada anak yang berkaitan dengan pubertas. Pemeriksaan lanjutan biasanya akan dilakukan oleh ahli endokrinologi. Tes utama yang digunakan untuk mendiagnosis adalah analisis kromosom berupa tes darah yang disebut kariotipe.
3. Dewasa
Dokter menguji Klinefelter bila seorang pria memiliki kadar testosteron yang rendah atau masalah kesuburan. Pemeriksaan umumnya dilakukan saat seorang pria mengalami kesulitan untuk mendapatkan momongan, Bunda. Pemeriksaan kariotipe juga dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit genetik ini pada masa dewasa.
Cara mencegah sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter tidak dapat dicegah sebelum dan saat hamil, karena ini adalah perubahan acak pada kode genetik yang terjadi sebelum bayi lahir.Tetapi, memulai pengobatan sedini mungkin dalam mengurangi gejala dan dampaknya, Bunda.
"Gejala ringan sering kali tidak perlu diobati. Sementara itu yang mengalami gejala lebih jelas sering kali dianjurkan untuk memulai pengobatan sedini mungkin, sebaiknya selama masa pubertas. Memulai pengobatan sejak dini dapat mencegah beberapa gejala," ujar Gill.
Cara mengobati sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter merupakan bagian dari kode genetik, di mana tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan. Namun, seseorang yang mengalami sindrom ini dapat mengelola gejalanya dengan perawatan dan panduan dari penyedia layanan kesehatan.
Berikut perawatan sindrom Klinefelter:
1. Terapi hormon
Orang dengan sindrom Klinefelter sering kali memiliki hormon testosteron yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki pada umumnya. Beberapa di antaranya bisa tidak mengalami pubertas sama sekali, sementara yang lain akan mengalaminya tetapi kemudian berhenti atau mengalami kemunduran.
Kondisi tersebut dapat terjadi karena testis biasanya mengalami 'kegagalan' karena sindrom Klinefelter membuat organ tersebut tidak dapat memproduksi testosteron dan sperma. Terapi penggantian hormon testosteron dapat membantu meminimalkan beberapa gejala dari kondisi tersebut, Bunda.
Dokter biasanya merekomendasikan suntikan testosteron pada anak-anak dan remaja. Orang dewasa dapat menerima jenis perawatan lain, termasuk penggunaan gel testosteron, koyo testosteron, atau testosterone subcutaneous pellets.
Terapi penggantian hormon dilakukan untuk beberapa tujuan, seperti:
- Membuat tulang lebih kuat
- Merangsang pertumbuhan rambut di tubuh dan wajah.
- Membuat atau mengubah suara menjadi lebih dalam.
- Membuat otot lebih kuat.
- Mengubah suasana hati, citra diri, dan kesehatan mental menjadi lebih baik.
- Meningkatkan hasrat seksual
2. Terapi fisik hingga okupasi
Selain terapi hormon, seseorang yang terdiagnosis sindrom ini juga dapat menjalani terapi-terapi lainnya yang dapat memaksimalkan fungsi tubuh, seperti:
- Terapi di terapis patologi wicara-bahasa (SLP) untuk membantu perkembangan bicara.
- Terapi fisik untuk membantu membangun otot.
- Terapi okupasi untuk membantu meningkatkan keterampilan motorik dan koordinasi.
- Terapi emosional, perilaku, dan keluarga untuk dukungan psikologis.
Anak-anak dengan sindrom Klinefelter mungkin juga memerlukan perubahan di kelas atau lingkungan belajar. Jika anak memiliki kondisi ini, maka mereka mungkin bisa mendapatkan bantuan khusus di sekolah untuk menyesuaikan pelajaran yang didapatkan.
3. Pembedahan
Sekitar setengah dari semua remaja yang mengalami sindrom ini mengembangkan jaringan payudara secara berlebih (ginekomastia). Jaringan payudara ekstra ini cenderung bertahan, Bunda.
Jika jaringan payudara berlebih terasa mengganggu, maka dokter mungkin akan menyarankan tindakan operasi ginekomastia untuk mengangkat jaringan ekstra tersebut. Tindakan ini disarankan untuk dilakukan setidaknya ketika seseorang sudah dewasa.
Komplikasi sindrom klinefelter
Orang dengan sindrom Klinefelter memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan sindrom metabolik tertentu seperti:
- Obesitas, dengan indeks massa tubuh lebih dari 30
- Hipertensi atau tekanan darah tinggi
- Diabetes tipe 2
- Kolesterol tinggi
- Trigliserida tinggi
Selain itu, orang dengan sindrom Klinefelter juga lebih mungkin untuk mengembangkan beberapa kondisi medis lainnya, seperti:
- Ginekomastia
- Kanker payudara
- Tremor atau gerakan bergetar berulang kali tanpa disadari
- Osteoporosis atau massa tulang yang menurun
- Penyakit autoimun, termasuk diabetes tipe 1, penyakit tiroid, lupus, dan reumatoid artritis
- Kejang
- Masalah dalam belajar, terutama keterampilan bahasa
Kapan harus ke dokter?
Dilansir Mayo Clinic, Bunda sebaiknya segera menemui dokter bila anak laki-laki mengalami beberapa kondisi berikut:
- Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan dapat menjadi tanda pertama sejumlah kondisi yang memerlukan perawatan, termasuk sindrom Klinefelter. Meskipun beberapa variasi dalam perkembangan fisik dan mental adalah normal, sebaiknya periksa ke dokter bila Bunda khawatir.
- Banyak pria dengan sindrom Klinefelter tidak didiagnosis infertilitas sampai mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat memiliki anak.
Demikian serba-serbi tentang sindrom Klinefelter. Semoga informasi ini bermanfaat ya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/ank)