TEMPO.CO, Jakarta -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Papua mencatat 71 orang meninggal dunia akibat kekerasan di wilayah tersebut selama 2024. Dari jumlah itu, korban meninggal paling banyak merupakan warga sipil, yaitu 48 orang. Sisanya, sebanyak 15 orang dari aparat keamanan dan delapan TPNPB-OPM (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka).
“Situasi kekerasan pada 2024, terutama kekerasan senjata, secara umum masih berulang seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujar Kepala Komnas HAM kantor perwakilan Papua, Frits B Ramandey, dalam keterangan resminya yang diterima Tempo pada Selasa, 10 Desember 2024.
Frits mengatakan, 71 korban itu berasal dari 85 kasus kekerasan yang terjadi sepanjang 1 Januari hingga 9 Desember 2024. Dari 85 kasus kekerasan itu, 55 di antaranya akibat kontak senjata, 14 kasus penganiayaan, lalu pengrusakan sebanyak 10 kasus dan kerusuhan sebanyak 6 kasus.
Frits meminta pemerintah mengevaluasi pendekatan keamanan yang selama ini diberlakukan di Papua. Menurut dia, jumlah korban jiwa akibat kekerasan bisa terus bertambah bila pemerintah tetap menggunakan pendekatan berbasis keamanan atau security approach. “Panglima TNI juga harus mengevaluasi tata kelola keamanan dan penempatan satuan tugas TNI di Tanah Papua,” katanya.
Selain menghindari pendekatan keamanan yang berlebih, Frits menjelaskan, konflik di Papua akan terus berulang jika pemerintah tidak mengubah pendekatan dalam menangani masalah Papua. Sebab, setiap konflik yang terjadi adalah respons atas peristiwa sosial ekonomi maupun kebijakan ekonomi yang ditentukan pemerintah pusat. “Tantangan utama bagi pemerintah saat ini yaitu bagaimana membangun kepercayaan rakyat Papua dengan menumbuhkan persamaan dan kesetaraan,” katanya.
Selain itu, dia melanjutkan, pemerintah mesti menerapkan penegakan hukum non diskriminatif di Papua. Upaya membangun dialog kemanusiaan hanya bisa dilakukan jika semua unsur itu dijalankan. “Dalam konteks Papua, kami melihat nilai-nilai kebebasan, keadilan dan kesetaraan bagi semua warga belum sepenuhnya dirasakan di Papua,” katanya.
Berdasarkan riset Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada, konflik di bumi Cendrawasih menimbulkan 2.118 korban jiwa dalam rentang 2010 hingga 2022. Dari jumlah tersebut, 1.654 jiwa mengalami luka-luka dan 464 jiwa meninggal.
Jumlah korban kekerasan di atas dihimpun dari berbagai pemberitaan media massa sepanjang periode itu. Riset tersebut memperkirakan jumlah korban jauh lebih besar, sebab tidak semua peristiwa kekerasan terekam oleh media. “Jumlah itu juga belum mencatat korban meninggal dunia atau sakit parah di tempat-tempat pengungsian,” demikian riset yang dipublikasikan pada 31 Maret 2022.
Kesimpulan riset itu menyatakan, banyaknya korban yang berjatuhan semakin mempertebal catatan hitam tentang kondisi keamanan di Papua. Bila dibiarkan terus berlangsung, akan sulit menemukan jalan keluar atas konflik di Papua. “Upaya membangun kedamaian di Papua menjadi hal mendesak, baik sebagai perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal maupun sebagai prasyarat untuk terwujudnya kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik sebagai bukti bahwa negara benar-benar hadir ke hadapan rakyat Papua,” tulis riset tersebut.
Pilihan Editor: