TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara ini mengalami sakit, sehingga Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) Jakarta menunda pembacaan putusan gugatan Partai demokrasi Indonesia perjuangan atau PDIP terhadap Komisi Pemilihan Umum mengenai pencalonan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka.
"Ya benar, sesuai catatan persidangan yang dicantumkan oleh Majelis Hakim perkara 133, persidangan dengan agenda putusan hari ini ditunda, dengan alasan Ketua Majelis Hakim perkara 133, Joko Setiono, sedang sakit," kata Juru Bicara PTUN Jakarta, Irvan Mawardi, saat dihubungi Tempo, Kamis, 10 Oktober 2024.
Persidangan tersebut dijadwalkan pada pukul 13.00 WIB, dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT. Adapun dalam pembacaan putusannya dijadwalkan berlangsung secara elektronik yang dipimpin oleh Hakim Ketua Joko Setiono, dan dua hakim anggota, Yuliant Prajaghupta dan Sahibur Rasid.
"Berdasarkan aturan, ketua majelis hakim tidak boleh digantikan. Kalau hakim anggota bisa digantikan, tapi kalau ketua majelisnya sakit atau berhalangan hadir, maka putusannya ditunda," ucap Irvan.
Lantas, apa sebenarnya gugatan PDIP terhadap Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) dan bagaimana kronologi gugatannya?
Tim Hukum PDIP menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden untuk mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024. Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun, meminta KPU menunda penetapan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden.
Gugatan ini diajukan pada 2 April 2024, dengan nomor 133/G/2024/PTUN.JKT, dan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDIP tercatat sebagai pihak penggugat. Gayus menegaskan bahwa gugatan ini tidak berkaitan dengan sengketa proses atau hasil Pilpres 2024, melainkan terkait perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU. Selain itu, masyarakat diundang untuk mengirimkan dokumen Amicus Curiae untuk mendukung gugatan tersebut.
Anggota Tim Hukum PDIP, Dave Surya, menjelaskan bahwa gugatan ke PTUN berada di bawah rezim hukum yang berbeda dari sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menyampaikan perbedaan ini dalam sidang dismissal process di PTUN pada 23 April 2024, dengan menekankan bahwa gugatan ini terkait administrasi pemerintahan, bukan rezim hukum pemilu.
Dave menuduh KPU melakukan tindakan pembiaran dengan menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka tanpa mengubah peraturan mengenai batas usia kandidat. Gayus menyatakan bahwa PTUN telah memutuskan gugatan tersebut layak untuk diadili.
Iklan
Gayus juga sempat meminta KPU untuk menunda penetapan hasil Pilpres 2024, agar tidak terjadi keadilan yang terlambat jika gugatan PDIP dikabulkan. Ia mendorong masyarakat untuk mengirimkan dokumen Amicus Curiae untuk mendukung proses hukum di PTUN, yang dianggapnya dapat membantu menciptakan keadilan.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga sempat mengubah isi petitum gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait dugaan perbuatan melawan hukum. Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun, menyatakan bahwa sebelumnya petitum meminta PTUN membatalkan penetapan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Kini, PDIP meminta PTUN untuk menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres. Berdasarkan putusan tersebut, PDIP berencana mendorong Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mempertimbangkan pembatalan pelantikan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
“Kami ubah untuk mencoret cawapres bermasalah dengan pelantikan,” kata Gayus usai sidang di Gedung PTUN Cakung, Jakarta Timur, Kamis, 2 Mei 2024.
Gayus mengaku, PDIP sebetulnya sudah mengajukan gugatan ke PTUN sebelum MK mengumumkan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada Senin, 22 April 2024. Karena itu, petitum itu belum diperbaharui mengikuti perkembangan situasi hukum.
Usai adanya putusan MK, PDIP memutuskan mengubah petitum di sidang pertama perbaikan administrasi. "Kami sebelum MK memutuskan, jauh kami sudah memasukkan gugatan. Kami sudah memasukkan gugatan. Bahkan kemudian mungkin dua atau tiga hari ditetapkan, diputuskan, bahkan sebelumnya, ini sebagian, penetapan ini kami ubah untuk mencoret cawapres bermasalah, kami ubah dengan pelantikan," kata Gayus.
MYESHA FATINA RACHMAN I HENDRIK YAPUTRA I SULTAN ABDURRAHMAN I ALIF ILHAM FAJRIADI
Pilihan Editor: Respons Pakar Hukum Setelah PTUN Menunda Putusan Gugatan PDIP Terhadap Gibran