INFO NASIONAL - Pemerintah Indonesia secara aktif melakukan belanja negara guna memenuhi sasaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tujuannya adalah mendukung pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan bijak, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk berbagai program prioritas yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Namun, pemerintah menghadapi tantangan akibat adanya kesenjangan antara pengeluaran dan penerimaan negara. Untuk menutupi defisit anggaran, pemerintah mencari sumber pembiayaan tambahan. Salah satu cara yang efektif adalah dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) dan menarik pinjaman, yang diharapkan dapat mendukung pembangunan dan memenuhi kebutuhan APBN.
Hingga Agustus 2024, dari desain pembiayaan anggaran APBN 2024 yang ditetapkan sebesar Rp522,8 triliun, telah terealisasi Rp291,9 triliun. Meskipun ada defisit, rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menunjukkan penurunan, dari 40,73 persen pada 2021 menjadi 38,49 persen per Agustus 2024. Ini menunjukkan pengelolaan utang yang baik dan relatif lebih rendah dibandingkan negara lain.
“Kita tentu dalam berutang tidak cuma besaran saja yang kita cermati atau kita kelola. Tapi juga risikonya harus sesuai,” ujar Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Riko Amir dalam acara Media Gathering di Anyer, Banten, pada Kamis, 26 September 2024.
Riko mengatakan, risiko utang saat ini berada dalam kondisi terkendali. Pemerintah berhasil menurunkan porsi utang dengan mata uang valas terhadap total outstanding utang dari 37,9 persen porsi utang valas di 2019, menjadi 27,9 persen per Agustus 2024.
“Jika terjadi kenaikan nilai tukar, kita terdampak tapi tidak langsung collapse gitu ya. Karena ada 27,9 persen saja yang terdampak, sisanya (72,1 persen tidak terdampak karena) dalam porsi rupiah,” kata Riko.
Dari sisi jatuh tempo utang, rata-rata jatuh tempo utang pemerintah saat ini adalah 7,95 tahun. “Itu artinya rata- rata seluruh utang kita akan jatuh tempo di 7,95 tahun. Jadi, tidak tiba tiba melonjak di tahun pertama tinggi, tahun keduanya sangat rendah, tahun ketiganya sangat tinggi. Dan kita profiling utang kita dalam kondisi yang lebih merata,” ujar Riko.
Iklan
Kinerja pengelolaan utang yang baik juga berdampak positif pada peringkat kredit Indonesia. Saat ini, Indonesia memiliki peringkat investasi grade dengan outlook stabil dari lembaga pemeringkat internasional. Terkini, S&P pada 30 Juli 2024 mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level BBB outlook stabil dengan pertimbangan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat, pengelolaan APBN yang prudent, dan beban utang pemerintah yang relatif rendah.
Pemerintah juga telah berhasil menjaga defisit APBN di bawah batas aman. Meskipun sempat melebar selama pandemi, defisit kini telah menurun hingga mencapai 1,61 persen PDB pada 2023. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, defisit untuk tahun 2025 direncanakan sekitar 2,53 persen.
Untuk pembiayaan APBN 2025, pemerintah merencanakan total anggaran sebesar Rp616,186.1 triliun. Terdiri dari pembiayaan utang senilai Rp775,867.5 triliun dan non utang senilai Rp159,681.4 triliun. Pembiayaan utang sebesar Rp775,867.5 triliun itu berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp642,562.0 triliun dan pinjaman senilai Rp133,305.4 triliun yang terdiri dari pinjaman luar negeri Rp128,1 triliun yang diperuntukkan pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang, serta pinjaman kegiatan untuk mendukung prioritas nasional, dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp5,2 triliun.
Sementara itu, strategi pembiayaan utang 2025 akan ditempuh antara lain dengan mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas aman untuk mendukung keberlanjutan APBN, mengutamakan sumber utang dalam negeri, mengembangkan instrumen pendalaman pasar keuangan domestik, dan memperluas basis investor.Pemerintah juga terus mengembangkan pembiayaan kreatif dan berkelanjutan, mengembangkan skema pengelolaan kewajiban utang, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang.
“Pemerintah terus mewaspadai dampak tekanan global. Kita selalu menjaga pembiayaan utang tersebut on track dan tetap antisipatif. Pembiayaan APBN hadir untuk melindungi masyarakat dan menjaga momentum pemulihan ekonomi,” kata dia. (*)