Jakarta -
Payudara besar sering kali dianggap lebih menarik serta menjanjikan secara produksi ASI. Lantas, ukuran payudara dan puting bisa pengaruhi jumlah produksi ASI hingga proses menyusui, mitos atau fakta?
Memiliki ukuran payudara yang lebih kecil kerap membuat perempuan kurang percaya diri. Apalagi, ketika menjadi ibu menyusui, mereka merasa bahwa payudaranya tak bisa menghasilkan cukup ASI karena ukurannya yang mini.
Penting Bunda ketahui bahwa payudara hadir dalam berbagai bentuk dan ukuran. Terlepas dari ukurannya, dengan informasi dan dukungan yang tepat, sebagian besar orang tua yang menyusui mampu menghasilkan pasokan ASI yang lengkap.
Payudara terdiri dari beberapa bagian ya, Bunda, seperti di antaranya berikut ini:
1. Jaringan lemak: memberikan perlindungan pada jaringan dan struktur lain di dalam payudara.
2. Jaringan kelenjar (saluran susu): membuat dan menyalurkan susu ke puting susu.
3. Jaringan ikat (otot dan ligamen): menyokong struktur payudara.
4. Saraf: memberikan respons sensorik yang dibutuhkan untuk pengeluaran atau pengeluaran susu.
5. Darah: membawa nutrisi ke payudara untuk menghasilkan susu.
6. Limfa: membuang produk limbah dari payudara.
Ukuran payudara sebagian besar ditentukan oleh jumlah jaringan lemak di payudara. Jaringan lemak tidak terlibat dalam produksi ASI seperti dikutip dari laman La Leche League Canada.
Selama kehamilan dan menyusui, jumlah dan kepadatan jaringan kelenjar meningkat. Rata-rata, ada sekitar dua kali lebih banyak jaringan kelenjar daripada jaringan lemak di payudara. Sekitar 70 persen jaringan kelenjar ditemukan dalam radius 30 mm (satu inci) dari puting susu. Jadi, bayi dengan perlekatan yang dalam dan baik akan mencapai sebagian besar jaringan kelenjar saat ia mengatupkan rahangnya saat menyusu.
Benarkah ukuran payudara pengaruhi jumlah produksi ASI?
Selama kehamilan dan khususnya selama menyusui, para perempuan memang lebih tertarik pada payudara mereka karena aset tersebut menjadi sumber makanan dan sinyal pertumbuhan bagi bayi mereka. Namun, khususnya di antara perempuan yang mengalami kesulitan menyusui, seringkali mereka bertanya-tanya, apakah payudara yang lebih besar tersebut bisa menghasilkan lebih banyak ASI?
Ya, pasokan ASI sebenarnya merupakan kemampuan payudara ibu untuk memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup bagi bayi. Pasokan ASI yang rendah merupakan salah satu alasan utama mengapa ibu enggan untuk menyusui dan berhenti menyusui lebih awal yang berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi ibu dan bayi.
Perlu diketahui bahwa menyusui dapat memberikan manfaat penting bagi bayi dan ibu. ASI sendiri merupakan cairan hidup yang mengandung nutrisi dan bahan aktif biologis, seperti hormon dan sel punca, yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Pada saat yang sama, ASI memberikan perlindungan mikroba dan kekebalan yang diperoleh tubuh ibu selama hidupnya. Hebatnya, kesehatan ibu juga meningkat karena menyusui sebenarnya dapat melindungi ibu dari kanker payudara dan ovarium, serta meningkatkan kesehatan kardiovaskular dan metabolismenya. Karena itu, rasa frustrasi karena tidak dapat menyusui dapat dimengerti, dan perlu diselidiki lebih lanjut.
Sejumlah faktor yang terkait dengan rendahnya produksi ASI telah diidentifikasi seperti nyeri puting, menyusui yang tidak efektif, gangguan hormonal, operasi payudara, pengobatan tertentu, dan obesitas ibu. Namun, belum ada pengobatan yang efektif karena penyebab sebenarnya dari rendahnya produksi ASI pada tingkat molekuler di dalam jaringan epitel payudara masih belum diketahui.
Dan benar saja, ada anggapan bahwa perempuan dengan payudara besar dapat menghasilkan lebih banyak ASI dan sebaliknya. Namun, benarkah demikian ya, Bunda?
Penelitian tentang ukuran payudara dan produksi ASI menunjukkan bahwa produksi ASI tidak bergantung pada ukuran payudara, melainkan pada jumlah jaringan epitel yang terkandung dalam payudara yang mampu menghasilkan ASI.
Berbagai penelitian telah mengaitkan ukuran tubuh ibu dengan rendahnya suplai ASI dan berkurangnya tingkat dan durasi menyusui. Hubungan ini tetap signifikan bahkan setelah mempertimbangkan kebiasaan merokok ibu, usia, jumlah kelahiran, dan faktor sosial ekonomi lainnya.
Ibu yang mengalami obesitas sering kali memiliki payudara besar, yang terkadang terlalu besar bagi bayi untuk menempel dengan benar pada puting susu. Sehingga, hal ini menyebabkan rendahnya keberhasilan menyusui.
Namun, selain masalah perlekatan bayi, bukti yang terkumpul menunjukkan bahwa faktor utama yang mencegah ibu yang kelebihan berat badan dan obesitas untuk menyusui ialah ketidakmampuan sel epitel payudara mereka untuk mulai memproduksi ASI dalam jumlah yang banyak setelah melahirkan. Hal ini sering disebut sebagai inisiasi laktasi yang tidak berhasil seperti dikutip dari laman Milkgenomics.
Sebenarnya, apa yang menghalangi dimulainya laktasi pada perempuan-perempuan ini meskipun banyak dari mereka memiliki payudara besar, yang dapat dianggap sebagai kemampuan tinggi untuk memproduksi ASI?
Melihat ke dalam payudara perempuan bukanlah tugas yang mudah, terutama selama kehamilan dan menyusui, karena ini memerlukan biopsi, yang merupakan prosedur yang agak invasif. Untuk mengatasi kesulitan ini, sebuah penelitian terkini memanfaatkan sel epitel payudara yang diisolasi secara non invasif dari ASI.
Dalam sel-sel ini, gen-gen tertentu diaktifkan yang memungkinkan sel-sel tersebut untuk secara bertahap memproduksi ASI saat payudara matang selama kehamilan, dan kemudian menyalurkannya kepada bayi selama menyusui.
Penelitian ini melaporkan adanya hubungan negatif antara BMI ibu dan fungsi gen yang mewakili sel-sel penghasil ASI. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan epitel payudara belum matang dan siap untuk memproduksi ASI dalam jumlah banyak pada ibu dengan BMI yang lebih tinggi.
Kemungkinan besar, payudara besar ibu yang kelebihan berat badan atau obesitas mengandung lebih banyak sel lemak daripada sel penghasil ASI, yang dapat menjelaskan rendahnya suplai ASI pada banyak ibu tersebut.
Karena itu, ukuran payudara tidak selalu berarti lebih banyak sel penghasil ASI atau kemampuan yang lebih tinggi untuk memproduksi ASI. Menariknya, perubahan ukuran payudara dari sebelum hamil hingga menyusui dapat menjadi indikator seberapa baik kinerja payudara selama menyusui. Dengan kata lain, seberapa banyak jaringan penghasil ASI di payudara tumbuh selama kehamilan dapat memprediksi kemampuannya untuk memproduksi ASI.
Kehamilan cukup bulan pengaruhi produksi ASI
Selain menjaga berat badan normal, tampaknya kehamilan cukup bulan penting untuk mencapai kemampuan ini. Studi yang sama melaporkan bahwa semakin dekat bayi lahir dengan usia cukup bulan, semakin baik kemampuannya untuk menghasilkan ASI.
Sejumlah perempuan yang melahirkan prematur memiliki suplai ASI yang tidak mencukupi dan laktasi yang terganggu. Penelitian yang sedang berlangsung menyelidiki lebih lanjut penyebab molekuler dari masalah ini, yang dapat membantu mengembangkan cara pengelolaan untuk meningkatkan pemberian ASI bagi ibu dan bayinya.
Kemampuan payudara untuk memproduksi ASI merupakan sifat bawaan yang memenuhi tujuannya untuk memberi nutrisi pada bayi. Memang, satu-satunya waktu selama hidup seorang perempuan ketika payudaranya mencapai kematangan fungsional penuh adalah selama menyusui.
Hal ini semakin menandakan keunikan organ ini, dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut tentang biologinya serta patologinya, seperti rendahnya pasokan ASI. Memahami mekanisme molekuler yang mengatur sintetis ASI normal akan memberikan wawasan penting tentang apa yang salah pada ibu yang tidak dapat menghasilkan ASI dalam jumlah yang cukup untuk bayinya. Lebih besar tidak selalu berarti lebih baik.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)