TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko mengatakan saat ini lembaganya sedang menyiapkan skema pengentasan kemiskinan. Salah satunya dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor yang kekurangan suplai tenaga kerja.
“Misalnya ada beberapa sektor yang menurut saya itu selalu kekurangan (tenaga kerja); sektor perawat, kesehatan, dan sektor pendidikan. Entah gimana selalu saja kurang,” kata Budiman di Kantor Kementerian Sosial, Salemba, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2024.
Menurut Budiman, sektor kesehatan dan pendidikan bisa menjadi opsi lapangan pekerjaan bagi masyarakat rentan miskin. Selain di dua sektor tersebut, Budiman mengatakan lapangan pekerjaan mesti diciptakan di sektor-sektor yang mampu bertahan menghadapi digitalisasi. Sebab, menurut dia, gelombang PHK bukan hanya disebabkan oleh gejolak ekonomi, tapi juga digitalisasi.
Skema kedua yang disiapkan BP Taskin adalah menciptakan ekosistem bisnis yang menunjang daya tahan pelaku usaha dalam menghadapi digitalisasi. Menurut Budiman, memberikan modal usaha saja tidak cukup. Sehingga pemerintah harus menyediakan ekosistem yang bisa menunjang pelaku bisnis untuk bertahan.
“Karena kita tidak ingin sekedar ngasih awal aspirin, sembuh sebentar dari rasa miskinnya, udah jatuh lagi, enggak. Kita ingin yang sustainable. Karena itu perintah Pak Prabowo. Kita ingin kelas menengah baru soalnya,” kata Budiman.
Dalam pidato perdananya sebagai presiden, Prabowo menegaskan bahwa pengentasan kemiskinan menjadi salah satu prioritas utama pemerintahannya. “Kita percaya dan yakin kita punya kekuatan menghilangkan kemiskinan dari bumi Indonesia. Ini sasaran berat, bahkan banyak yang mengatakan ini sesuatu yang tidak mungkin,” ujar Prabowo di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, pada 20 Oktober 2024.
Sementara itu, saat ini Indonesia sedang mengalami tren penurunan kelas menengah. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan jumlah penduduk yang tergolong kelas menengah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir, dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Artinya, ada sekitar 9,48 juta orang yang keluar dari kategori kelas menengah dan turun ke kategori aspiring middle class, yang berada di antara kelas rentan miskin dan kelas menengah.
Amalia menjelaskan, penurunan jumlah kelas menengah ini merupakan salah satu efek jangka panjang atau scarring effect dari pandemi Covid-19. "Di tahun 2021 itu kelas menengah jumlahnya 53,83 juta dengan proporsi 19,82 persen. Dan terakhir di tahun 2024 jumlahnya 47,85 juta dengan proporsi 17,13," kata Amalia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat Rabu, 28 Agustus 2024.