Evaluasi dan Pengawasan Masyarakat untuk Perbaikan Layanan Publik

1 month ago 25

INFO NASIONAL - Staf Ahli Bidang Politik & Hukum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Muhammad Imanuddin, mengatakan ada lima indikator dalam evaluasi kebijakan pelayanan publik. Pertama, standar pelayanan publik.

“Ini adalah amanat dari undang-undang untuk melindungi warga negaranya, yakni dengan menerapkan standar yang transparan terbuka dan diketahui masyarakat,” kata Imanuddin dalam Diskusi Publik bertajuk ‘Peningkatan Layanan dan Daya Saing dalam Mendorong Kesejahteraan di Daerah’, di Jakarta, Jumat, 29 November 2024.

Kedua, penggunaan sumber daya manusia yang berkualitas. Ketiga, sarana dan prasarana. “Sarana dan prasarananya memadai atau tidak? Apakah ini nyaman untuk dikunjungi atau nyaman bagi para penerima layanan?,” ujarnya.

Keempat, konsultasi dan pengaduan. “Ini harus dilakukan secara berkelanjutan sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan publik,” kata dia. Terakhir, inovasi. “Berpikir untuk terobosan dan sebagainya untuk meningkatkan kinerja dalam pelayanan,” ujarnya.

Imanuddin juga menekankan pentingnya pengawasan masyarakat dalam pelayanan publik. Hal itu pun diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik.

Menurut Imanudin, ada 3 jenis korupsi berdasarkan skala dampak dan paparannya. Pertama, Petty Corruption (Korupsi Kecil). Korupsi ini melibatkan jumlah uang atau sumber daya yang relatif  kecil dan biasanya dilakukan oleh individu atau kelompok kecil.

“Jenis korupsinya seperti suap, pungutan liar, pemerasan pada proses pelayanan publik,” kata dia. Kedua, Political Corruption (Korupsi Politik). Korupsi ini melibatkan politisi dan pejabat tinggi pemerintah, di mana mereka menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi atau partai politik mereka.

“Ketiga, Grand Corruption (Korupsi Besar), yang melibatkan jumlah uang atau sumber daya yang sangat besar dan biasanya dilakukan oleh pejabat tinggi atau orang-orang yang memiliki pengaruh besar,” ujarnya.

Imanuddin mengatakan ada langkah strategis yang dapat dilakukan untuk pencegahan Petty Corruption, yakni melalui aspek strategis dan kebijakan pelayanan publik. Aspek strategis meliputi reformasi birokrasi, transparansi dan akuntabilitas, peningkatan sistem teknologi informasi, pelatihan dan edukasi, insentif dan sanksi, serta partisipasi masyarakat.

Adapun kebijakan pelayanan publik meliputi sistem pelayanan terpadu, kepatuhan penerapan standar pelayanan, sistem pengaduan pelayanan publik nasional, dan inovasi pelayanan publik. “Karena itu sangat penting lima indikator evaluasi kebijakan pelayanan publik tadi,” ujarnya.

Wakil Ketua Ombudsman RI, Bobby Hamzar Rafinus  mengatakan, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 37 Tahun 2008 Ombudsman RI melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan public. Karena itu, Ombudsman membuka dan menerima laporan yang menyangkut penyalahgunaan wewenang atau maladministrasi dalam pelayanan publik.

“Kami menyikapi laporan tersebut dengan melakukan verifikasi dan monitoring. Ketika laporan itu terbukti ada maladministrasi, kami mendorong pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan-perbaikan,” kata Bobby.

Ombudsman bersaman KemenPanRB juga melakukan survei kepatuhan terhadap pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Hasilnya sekitar 84 persen wilayah berada di zona hijau atau tertinggi. “Zona hijau tingkat kepatuhannya tertinggi, yang didorong dengan adanya persaingan positif dalam pelayanan. Hasil dari kepatuhan itu kami melakukan award atau memberikan penghargaan. Kami juga melakukan kajian sistemik untuk mencegah maladministrasi. Jadi itulah cara Ombvudsman mendorong perbaikan,” ujarnya. (*)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online