Jakarta -
Tak hanya orang dewasa, stres juga dapat dialami anak-anak. Memang beberapa anak menunjukkan, bahkan menceritakan kalau ia mengalami stres. Namun, tidak selalu semudah itu, Bunda.
Faktanya, bayi dan balita mungkin tidak dapat memberi tahu kita apa pun, apalagi jika mereka stres. Anak-anak kecil mungkin kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan kecemasan mereka.
Remaja mungkin tidak ingin berbagi dan lebih suka merahasiakan sumber stres mereka. Mereka juga tidak memiliki pengalaman untuk mengenali gejala stres.
Bunda tidak dapat memaksa anak memberi tahu setiap kali mereka stres, tetapi Bunda dapat mendorong komunikasi yang jujur dan terbuka, yang akan membantu. Untuk itu, kenali dahulu tanda-tanda anak alami stres dan cara mengatasinya.
Penyebab stres pada anak-anak di setiap rentang usia
Sama seperti anak-anak menunjukkan stres mereka secara berbeda dari orang dewasa, stres anak-anak biasanya tidak disebabkan oleh hal-hal yang sama yang menyebabkan stres pada orang dewasa.
Dikutip dari laman Psych Central, ada banyak sumber stres potensial bagi anak-anak, termasuk:
- Konflik dengan teman, pengganggu, atau teman sebaya lainnya
- Pindah atau memulai sekolah baru
- Tantangan di sekolah (nilai, ujian, pekerjaan rumah, dan lainnya)
- Menyeimbangkan tanggung jawab seperti sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan teman
- Konflik di rumah, dengan orang tua, antara orang tua, atau antara orang tua dan saudara kandung
- Perpisahan, perceraian, atau kematian orang tua
- Kesulitan keuangan di rumah
- Situasi kehidupan yang tidak aman atau tidak pasti
Pemicu stres bagi balita dan anak kecil meliputi:
- Pengalaman, orang, atau tempat baru
- Jauh dari rumah
- Tampil atau bermain di depan orang lain
- Pemicu stres sosial (dipilih terakhir, pertengkaran dengan teman, konflik di taman bermain)
- Bahaya yang dirasakan (nyata atau imajiner) seperti penculikan, perampokan, kebakaran, bencana alam, dan lainnya
- Diminta untuk melakukan terlalu banyak hal
Pemicu stres bagi remaja dan praremaja meliputi:
- Pubertas dan semua aktivitas fisik dan perubahan emosional yang ditimbulkannya
harga diri rendah - Pembicaraan negatif terhadap diri sendiri
- Rasa takut terhadap masa depan (misalnya, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, perguruan tinggi, mendapatkan pekerjaan)
- Hubungan romantis dan kencan
- Peningkatan tekanan sekolah, sosial, atau teman sebaya
Tanda-tanda stres pada balita dan anak
Kebanyakan anak mengalami stres, setidaknya dari waktu ke waktu. Namun, manifestasi stres akan berbeda-beda, Bunda. "Setiap anak unik dan akan menunjukkan tanda-tanda stres mereka sendiri," kata Elizabeth Pantley, penulis The No-Cry Separation Anxiety Solution.
"Orang tua perlu waspada terhadap perilaku dan tindakan yang tidak biasa atau mencurigakan," ujarnya dikutip dari Parents.
Seorang psikolog perkembangan dan pendiri Parenting Playgroups and Parenting by Dr. Rene, Rene Hackney, PhD, menjelaskan perubahan perilaku anak dapat menjadi salah satu tanda yang terlihat.
"Perubahan dalam perilaku normal dapat menjadi indikator stres yang signifikan pada anak kecil," katanya.
Beberapa tanda stres mungkin tidak begitu kentara. Dikutip laman resmi UNICEF, berikut adalah beberapa tanda stres pada usia yang berbeda:
0-3 tahun
- Terlalu bergantung pada pengasuh mereka
- Mengalami regresi perilaku
- Perubahan pola tidur dan makan
- Lebih mudah tersinggung
- Hiperaktivitas meningkat
- Lebih takut pada sesuatu
- Lebih banyak menuntut
- Lebih sering menangis
4-6 tahun
- Terlalu bergantung pada orang dewasa
- Mengalami regresi perilaku
- Perubahan pola tidur dan makan
- Lebih mudah tersinggung
- Konsentrasi menurun
- Menjadi lebih tidak aktif atau lebih hiperaktif
- Berhenti bermain
- Mengambil peran orang dewasa
- Berhenti berbicara
- Lebih cemas atau khawatir
7-12 tahun
- Menjadi menarik diri
- Sering khawatir tentang orang lain yang terpengaruh
- Perubahan pola tidur dan makan
- Semakin takut
- Lebih mudah tersinggung
- Sering agresif
- Kegelisahan
- Ingatan dan konsentrasi menurun
- Gejala fisik/psikosomatis
- Sering berbicara tentang kejadian atau permainan berulang
- Merasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri
13-17 tahun (remaja)
- Kesedihan yang mendalam
- Menunjukkan perhatian yang berlebihan terhadap orang lain
- Perasaan bersalah dan malu
- Semakin menentang otoritas
- Peningkatan pengambilan risiko
- Agresi
- Merusak diri sendiri
- Merasa putus asa
- Semua kelompok umur - reaksi fisik
Hal ini juga bisa menjadi tanda-tanda penyakit fisik, jadi bawalah anak ke dokter untuk menyingkirkan kemungkinan kondisi fisik apa pun.
- Kelelahan
- Dada sesak
- Sesak napas
- Mulut kering
- Kelemahan otot
- Sakit perut
- Pusing
- Gemetar
- Sakit kepala
- Nyeri umum
Cara mengatasi anak yang mengalami stres
Ilustrasi/Foto: Getty Images/GOLFX
Stres yang dialami anak apabila tidak diatasi dengan baik bisa berdampak serius, bahkan membuat orang tua turut stres. Sebelum pergi ke psikolog dan psikiater, ada beberapa cara untuk mengatasi anak yang mengalami stres dari rumah. Berikut caranya:
1. Tetapkan ekspektasi
Anak-anak akan tumbuh dengan baik jika mereka mengikuti rutinitas dan tetapkan ekspektasi. Uraikan contoh perilaku yang akan dan tidak akan ditoleransi.
Saat mengoreksi anak-anak, beri tahu mereka apa yang diinginkan untuk mereka lakukan, bukan apa yang tidak boleh mereka lakukan. Misalnya, alih-alih berkata, "Berhenti mengunyah dengan mulut terbuka," cobalah berkata, "Kunyahlah dengan mulut tertutup."
2. Bertindak, tapi jangan bereaksi
Saat anak-anak bersikap menantang, naluri untuk bereaksi adalah manusiawi. Ekspresi emosi juga manusiawi, Bunda. Namun, tarik napas dalam-dalam dan perbaiki perilaku dengan tenang. Sekali lagi, tetapkan ketenangan dan tetapkan ekspektasi yang jelas.
Pertahankan konsistensi juga, misalnya, jangan mengatakan ya pada sesuatu hanya karena Bunda ingin perilaku itu berakhir. Sebaliknya, validasi emosi mereka dan ikuti ekspektasi yang ditetapkan
Ingatkan diri bahwa anak-anak mudah terpengaruh dan kata-kata Bunda begitu penting. Mereka perlu tahu bahwa tidak apa-apa untuk mengekspresikan emosi mereka dengan baik.
3. Menetapkan dan menjaga rutinitas
Dengan banyaknya perubahan yang terjadi secara bersamaan, anak-anak perlu dapat mengandalkan sesuatu yang akan sama hampir sepanjang waktu. Itulah mengapa rutinitas sangat penting.
Jika keluarga sebelumnya tidak berorientasi pada rutinitas, sekarang adalah waktu yang tepat untuk menerapkan rutinitas harian untuk memberikan struktur dan dukungan. Bunda dapat memulai kebiasaan tidur baru atau berusaha makan malam bersama beberapa malam dalam seminggu untuk memberikan konsistensi di rumah bagi anak-anak.
4. Menemukan waktu untuk berbicara
Anak-anak cenderung mengalami kesulitan memulai percakapan yang sulit atau tidak nyaman. Cari waktu untuk berbicara dengan anak-anak saat Bunda melakukan sesuatu bersama.
Hal tersebut dapat termasuk saat Bunda menyiapkan makanan. Ajak mereka untuk bergabung di dapur. Kemudian, cari waktu untuk duduk di meja makan bersama.
Jika Bunda sedang menyetir ke suatu tempat, itu juga merupakan waktu yang tepat. Anak-anak cenderung lebih banyak berbagi saat mereka tidak harus menatap langsung ke arah Bunda atau merasa tertekan untuk membicarakan perasaan atau pengalaman mereka.
5. Mendorong pola makan dan kebiasaan tidur yang sehat
Anak-anak yang lelah atau lapar terkadang emosional. Pastikan bahwa pola makan anak-anak mencakup campuran buah-buahan dan sayuran, biji-bijian utuh, dan protein rendah lemak agar mereka tetap kenyang dan fokus.
Kurang tidur dapat memicu reaksi berlebihan atau ledakan emosi, jadi ikuti rutinitas waktu tidur untuk memastikan anak-anak Anda cukup tidur setiap malam. Dorong kebiasaan tidur yang baik dengan mematikan TV, telepon, dan menyingkirkan perangkat elektronik. Berikan waktu untuk beralih dari aktivitas harian ke persiapan tidur.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)