Busui yang Terpapar Bahan Kimia Ini Disebut Berisiko Menyusui Lebih Singkat

1 week ago 15

Jakarta -

Paparan bahan kimia bisa dialami ibu menyusui dari berbagai produk. Bunda pun perlu lebih waspada karena busui yang terpapar bahan kimia ini disebut berisiko menyusui lebih singkat.

Paparan PFAS atau Zat Perfluoroalkil dan Polifluoroalkil yang lebih tinggi dapat menyebabkan laktasi melambat atau berhenti sama sekali dalam waktu enam bulan, menurut penelitian baru. Selain itu, perempuan yang terpapar bahan kimia PFAS yang beracun sebelum kehamilan menghadapi risiko lebih tinggi untuk tidak dapat menyusui lebih awal.

Penelitian ini melacak durasi laktasi untuk lebih dari 800 ibu baru di New Hampshire dan menemukan paparan PFAS yang lebih tinggi dapat menyebabkan laktasi melambat atau berhenti sama sekali dalam waktu enam bulan.

"Temuan ini menimbulkan kekhawatiran," kata Megan Romano, seorang ahli epidemiologi di Universitas Dartmouth dan penulis utama, seperti dikutip dari laman The Guardian.

"Bagi semua perempuan yang terpapar, ada sedikit penurunan dalam jumlah waktu mereka menyusui setelah melahirkan," kata Romano.

PFAS adalah bahan senyawa yang digunakan untuk membuat produk tahan air, noda, dan panas. Senyawa ini disebut "bahan kimia abadi" karena tidak terurai secara alami dan telah ditemukan terakumulasi pada manusia. Bahan kimia tersebut dikaitkan dengan kanker, cacat lahir, penyakit hati, penyakit tiroid, penurunan jumlah sperma, dan berbagai masalah kesehatan serius lainnya.

Sebuah studi tahun 2021 menemukan semua sampel ASI yang diperiksa peneliti mengandung kadar dalam susu mulai dari 50 bagian per triliun (ppt) hingga lebih dari 1.850 ppt. Tidak ada standar untuk PFAS dalam ASI, tetapi the Environmental Protection Agency menemukan hampir tidak ada paparan terhadap beberapa jenis PFAS dalam air yang aman, dan menetapkan batas hukum 4 ppt.

Sementara itu, penelitian dari awal tahun ini menemukan bahan kimia tersebut mengurangi kualitas gizi susu. Studi baru menemukan paparan yang lebih tinggi menyebabkan risiko 28 persen lebih tinggi untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif sebelum enam bulan dan beberapa berhenti menyusui sama sekali.

Hanya sekitar sepertiga ibu di AS yang menyusui lebih dari 12 bulan, meskipun Organisasi Kesehatan Dunia dan kelompok pediatrik utama merekomendasikan hingga dua tahun dan seterusnya. Studi ini dapat membantu menjelaskan mengapa banyak perempuan AS berhenti menyusui lebih awal, meskipun masalah sosial ekonomi dan faktor-faktor lain dapat berperan, kata Romano.

PFAS dikenal sebagai pengganggu endokrin meskipun para peneliti belum menemukan mekanisme biologis yang menyebabkan periode laktasi menjadi lebih pendek, kata Romano.

Studi ini mengamati lima bahan kimia PFAS dan menemukan korelasi terkuat antara PFOS dan PFOA, yang dianggap sebagai senyawa PFAS yang paling berbahaya dan ada di mana-mana.

Sulit bagi individu untuk melindungi diri mereka sendiri karena kontaminasi PFAS sangat luas. Makanan dan air adalah rute paparan utama, dan menguji serta menyaring air, dan mengonsumsi makanan yang bervariasi, dapat bermanfaat, kata Romano. Ia juga menyarankan penggunaan sistem penyaringan udara HEPA di rumah untuk mengurangi PFAS yang mungkin ada dalam debu dan udara.

Apakah PFAS masuk ke ASI?

Banyak faktor yang berperan dalam keputusan pribadi untuk menyusui bayi. Potensi paparan bahan kimia lingkungan, termasuk zat perfluoroalkil (PFAS) dan polifluoroalkil (PFAS), pada bayi melalui ASI adalah salah satu dari banyak faktor yang dapat dipertimbangkan oleh ibu dan keluarga mereka. 

PFAS tersebar luas dan ada di mana-mana di lingkungan, dan sebagian besar orang di Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya memiliki kadar PFAS yang terukur dalam darah mereka. Penelitian telah menunjukkan bahwa PFAS dapat ditemukan dalam ASI dan dikeluarkan melalui laktasi. 

Mekanisme masuknya PFAS ke dalam ASI belum sepenuhnya dipahami. Tingkat paparan pada bayi bergantung pada sejumlah keadaan, beberapa di antaranya meliputi tingkat PFAS pada ibu, jumlah PFAS yang berpindah ke ASI, dan durasi menyusui.

Haruskah ASI diuji untuk mengetahui adanya PFAS?

Perkembangan signifikan dalam metode analisis laboratorium kini memungkinkan pendeteksian dan pengukuran sejumlah kecil PFAS dalam ASI. Namun, pengukuran PFAS dalam ASI bukanlah uji rutin yang dilakukan oleh sebagian besar laboratorium komersial. Komposisi ASI bersifat kompleks, dan faktor-faktor yang memengaruhi konsentrasi PFAS dalam ASI belum sepenuhnya dipahami seperti dikutip dari laman CDC.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar PFAS dapat bervariasi tergantung pada waktu pengambilan ASI selama satu kali menyusui atau selama masa menyusui.

Metode pengambilan, penyimpanan, dan pengiriman sampel ASI harus dilakukan dengan cara yang meminimalkan atau menghilangkan kemungkinan kontaminasi. Pengujian memerlukan metode standar dan tervalidasi untuk deteksi, ekstraksi, dan analisis, serta metode pengendalian mutu untuk ASI. 

Kadar PFAS yang diukur dalam ASI paling bermanfaat jika dilakukan sebagai bagian dari studi penelitian yang dirancang dengan cermat. Sampai saat ini, belum ada studi biomonitoring skala besar untuk PFAS dalam ASI guna menetapkan nilai referensi untuk perbandingan yang mewakili populasi ibu menyusui di Amerika Serikat. 

Nilai referensi memungkinkan dokter dan ilmuwan untuk menentukan apakah seseorang atau kelompok memiliki paparan yang sangat tinggi. Lebih lanjut, tidak ada kadar PFAS yang ditetapkan untuk ASI yang diperkirakan berisiko bagi kesehatan bayi (atau ibu). Tanpa informasi ini, sulit untuk menginterpretasikan hasil pengujian.

Haruskah ibu terus menyusui?

Bagi masyarakat umum, konsumsi PFAS dianggap sebagai jalur paparan manusia yang utama. Bagi populasi dengan PFAS dalam persediaan air minum mereka, paparan air minum merupakan kontributor penting terhadap paparan PFAS. 

Bagi bayi, ASI dapat menjadi sumber paparan PFAS. Meskipun PFAS telah terdeteksi dalam ASI, penelitian belum menunjukkan hubungan kausal dengan dampak kesehatan tertentu pada bayi atau anak-anak. Selain itu, bayi dapat terpapar bahan kimia lingkungan lainnya, selain PFAS, melalui ASI, sehingga sulit untuk mengaitkan potensi dampak kesehatan dengan satu bahan kimia atau golongan zat kimia tertentu.

Dengan berbagai manfaat kesehatan yang protektif, ASI terus menjadi nutrisi yang ideal untuk bayi, dan dalam hampir setiap keadaan, the Centers for Disease Control and Prevention and the American Academy of Pediatrics  merekomendasikan agar ibu menyusui terus menyusui bayinya meskipun ada potensi adanya kontaminan lingkungan.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online