Jakarta -
Udara yang buruk tak cuma memberikan dampak buruk bagi kesehatan orang dewasa, tetapi juga untuk anak-anak. Dalam studi terbaru disebutkan juga bahwa polusi udara berdampak buruk pada otak bayi baru lahir.
Polusi udara adalah sebutan untuk partikel atau gas berbahaya di udara yang terhirup. Polusi udara tidak hanya terjadi di udara luar, tapi juga dapat memengaruhi kualitas udara dalam ruangan.
Apa penyebab polusi udara?
Di perkotaan, sumber utama polusi udara adalah asap kendaraan bermotor. Udara yang terhirup di dalam ruangan dapat juga dipengaruhi oleh banyak cara, termasuk bahan kimia yang digunakan untuk membersihkan, bahan bangunan, kondisi rumah yang lembap dan berjamur, serta asap rokok.
Bahkan saat berada di dalam mobil, seseorang tetap dapat menghirup udara yang tercemar.
Dikutip dari Asthma and Lung UK Organization, ini termasuk dari asap kendaraan, uap bensin, asap tembakau, dan bahan kimia lainnya. Faktanya, tingkat polusi udara di dalam mobil sering kali lebih tinggi daripada di luar.
Mengapa polusi udara sangat berbahaya bagi bayi dan anak kecil?
Anak-anak lebih rentan menghirup udara yang tercemar daripada orang dewasa karena saluran pernapasan mereka lebih kecil dan masih berkembang. Mereka juga bernapas lebih cepat daripada orang dewasa, yang berarti mereka menghirup lebih banyak udara yang tercemar.
Hal yang luput dari perhatian, anak-anak juga rentan terhadap polusi udara karena postur tubuh pendek membuat mereka lebih dekat ke tanah atau sejajar dengan asap knalpot mobil, baik saat berjalan kaki atau di stroller.
Dampak buruk polusi udara tingkat tinggi dalam jangka waktu yang lama terhadap kesehatan paru-paru anak di antaranya:
- Gangguan perkembangan paru-paru
- Lebih rentan mengalami asma selama masa kanak-kanak atau saat dewasa (jika sudah ada riwayat, maka polusi udara dapat memperburuk kondisinya)
- Mengi
- Batuk
- Infeksi seperti pneumonia
Studi tentang dampak polusi udara pada otak bayi baru lahir
Sebuah penelitian dilakukan dengan mengambil data dari 4.000 partisipan, yang diamati kondisi kesehatannya dari sejak lahir hingga remaja.
Tim peneliti kemudian memperkirakan paparan anak-anak terhadap 14 polutan udara yang berbeda selama kehamilan dan masa kanak-kanak, berdasarkan tempat tinggal keluarga tersebut.
Mereka menemukan paparan PM2.5 (partikel halus atau tetesan berukuran 2,5 mikron atau lebih kecil) dan nitrogen oksida dikaitkan dengan perbedaan dalam struktur mikro materi putih otak.
Nitrogen oksida atau NOx, dapat berasal dari sumber umum termasuk kompor gas dan pemanas gas atau kayu.
Hasil studi oleh The Barcelona Institute for Global Health tersebut menyebutkan bahwa setiap peningkatan tingkat paparan polusi udara berhubungan dengan penundaan lebih dari 5 bulan dalam perkembangan anisotropi fraksional. Ini merupakan ukuran seberapa baik jaringan otak bekerja.
"Meskipun ukuran dampaknya kecil, hal ini dapat berdampak signifikan pada skala populasi," imbuh peneliti Monica Guxens, dikutip dari Mirror.
Penelitian tersebut mencatat bahwa temuan terjadi pada anak-anak yang terpapar PM2.5 dan PM10 yang kurang halus dalam konsentrasi di atas nilai maksimum yang direkomendasikan WHO.
Dampak buruk lain polusi udara
Dampak buruk lain polusi udara terhadap kehamilan dan bayi baru lahir juga disebutkan oleh State of Global Air. Polusi udara dikaitkan dengan peningkatan risiko berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur.
Bayi yang lahir terlalu kecil atau terlalu dini lebih rentan terhadap masalah kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan bawah, penyakit diare, kerusakan dan peradangan otak, kelainan darah, dan penyakit kuning.
Semakin kecil bayi atau semakin awal mereka lahir, semakin tinggi risiko komplikasi. Jika bayi-bayi ini bertahan hidup hingga masa bayi, mereka tetap berisiko lebih tinggi tidak hanya untuk penyakit menular sepanjang masa kanak-kanak, tetapi juga untuk penyakit kronis utama sepanjang hidup.
Diperkirakan bahwa pada tahun 2019, 476.000 bayi meninggal dalam bulan pertama kehidupan mereka akibat dampak kesehatan yang terkait dengan paparan polusi udara.
Alasan biologis untuk keterkaitan antara polusi udara dan hasil kelahiran yang buruk belum sepenuhnya diketahui. Polusi udara diperkirakan dapat memengaruhi kesehatan ibu hamil, janin yang sedang berkembang, atau keduanya dengan cara yang mirip seperti dampak merokok.
Banyak dari faktor risiko ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sosiodemografi yang sama yang meningkatkan risiko wanita terpapar polusi udara tingkat tinggi. Akibatnya, wanita di negara-negara dengan tingkat perkembangan sosiodemografi rendah sangat berisiko mengalami hasil kelahiran yang buruk, dengan konsekuensi terkait bagi anak-anak kelak.
Bagaimana cara mengurangi risiko polusi udara pada bayi dan anak-anak?
Polusi udara bisa sangat mengkhawatirkan. Namun, ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan orang tua untuk mengurangi paparan polusi udara pada bayi dan anak-anak:
- Hindari merokok selama kehamilan
- Pastikan bayi tidak menghirup asap rokok setelah lahir, dengan cara berhenti merokok dan menghindari lingkungan yang berasap
- Cari tahu di mana saja titik polusi di sekitar, jadi jika hendak berjalan kaki bersama, hindari polusi terburuk dengan mengambil jalan yang lebih sepi atau hindari waktu-waktu sibuk tertentu
- Jaga agar rumah tetap berventilasi baik dengan membuka jendela saat polusi di luar berada pada tingkat yang lebih rendah
- Kurangi paparan bahan kimia rumah tangga atau cobalah produk yang bebas bahan kimia
Demikian ulasan tentang penelitian terbaru ungkap polusi udara berdampak buruk pada otak bayi baru lahir. Tetap perhatikan lingkungan sekitar, jauhi asap rokok dan asap kendaraan bermotor, serta perhatikan jika Si Kecil tampak memiliki masalah kesehatan terkait hal ini ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)