Jakarta -
Penggunaan produk kecantikan selama hamil dan menyusui sering dikaitkan dengan output yang buruk, Bunda. Baru-baru ini, studi menemukan dampak penggunaan produk kecantikan mengandung polifluoroalkil (PFAS), pada ibu hamil dan menyusui.
Studi yang dilakukan oleh peneliti dari Brown University ini menemukan hubungan antara penggunaan produk self care dan peningkatan konsentrasi PFAS di plasma darah dan ASI. Produk perawatan pribadi yang dimaksud adalah cat kuku, makeup, dan pewarna rambut.
"Meskipun PFAS ada di lingkungan di sekitar kita, penelitian kami menunjukkan bahwa produk self care merupakan sumber PFAS yang dapat dimodifikasi," kata penulis penelitian dan peneliti pasca doktoral di bidang epidemiologi di Brown University School of Public Health, Amber Hall.
"Orang-orang yang khawatir tentang tingkat paparan terhadap bahan kimia ini selama kehamilan atau saat menyusui dapat memperoleh manfaat dari pengurangan penggunaan produk perawatan pribadi selama periode tersebut," sambungnya, dikutip dari laman Brown University.
Perlu diketahui ya, PFAS adalah bahan kimia sintetis yang telah digunakan dalam produk konsumen dan lingkungan industri sejak tahun 1950-an karena kemampuannya dalam menahan minyak, air, dan panas. Studi menyebut bahwa PFAS telah dikaitkan dengan berbagai efek kesehatan yang merugikan, termasuk penyakit hati, masalah kardiometabolik dan kardiovaskular, serta berbagai kanker.
"Meskipun beberapa penelitian telah mendeteksi bahan kimia ini ada di dalam produk perawatan pribadi, tetapi hanya sedikit yang mengevaluasi pengaruh konsentrasi PFAS internal," ujar Hall.
Menurut Hall, paparan PFAS selama kehamilan dapat menyebabkan hasil kelahiran yang merugikan seperti penurunan berat badan lahir, kelahiran prematur, beberapa gangguan perkembangan saraf, dan respons vaksin yang berkurang pada anak-anak.
Hasil studi terbaru
Studi terbaru yang diterbitkan di Environment International ini menganalisis data dari Maternal-Infant Research on Environmental Chemicals Study yang melibatkan 2.001 ibu hamil dari 10 kota di Kanada, antara tahun 2008 hingga 2011. Para peneliti mengevaluasi penggunaan produk perawatan pribadi terhadap konsentrasi PFAS dalam plasma prenatal (usia kehamilan 6-13 minggu) dan ASI (2-10 minggu pasca persalinan).
Peserta studi lalu melaporkan frekuensi penggunaan di 8 kategori produk selama trimester pertama dan ketiga kehamilan, 1-2 hari pasca persalinan, dan 2-10 minggu pasca persalinan.
Hasilnya, pada ibu hamil trimester pertama ditemukan penggunaan produk perawatan kuku, wewangian, makeup, pewarna rambut, dan semprotan atau gel rambut yang lebih tinggi dikaitkan dengan konsentrasi PFAS plasma yang lebih tinggi.
Hasil serupa diamati untuk penggunaan produk perawatan pribadi trimester ketiga dan konsentrasi PFAS dalam ASI pada 2-10 minggu pasca persalinan. Misalnya, subjek penelitian yang memakai makeup setiap hari pada trimester pertama dan ketiga memiliki konsentrasi PFAS dalam plasma dan ASI masing-masing 14 persen dan 17 persen lebih tinggi, dibandingkan dengan yang tidak memakai makeup setiap hari.
Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa perempuan yang menggunakan pewarna rambut permanen pada 1-2 hari pasca persalinan memiliki kadar PFAS yang lebih tinggi dalam konsentrasi ASI, atau terjadi peningkatan 16-18 persen dibandingkan dengan yang tidak pernah menggunakannya.
Profesor epidemiologi dan direktur kesehatan lingkungan anak-anak di Brown University, Joseph Brau, mengatakan bahwa studi ini perlu diteliti lebih lanjut. Studi lanjutan perlu meneliti bagaimana penggunaan produk perawatan pribadi memengaruhi paparan PFAS dan perlu juga mempertimbangkan perbedaannya berdasarkan jenis produk, waktu dan frekuensi penggunaan, atau formulasi produk.
Tetapi, paling tidak jenis penelitian ini dapat membantu ibu hamil dan menyusui dalam mempertimbangkan pilihan perawatan kecantikan. Studi juga diharapkan dalam digunakan dalam membuat regulasi produk yang menggunakan PFAS.
"Penelitian seperti ini tidak hanya membantu orang menilai bagaimana pilihan produk mereka dapat memengaruhi risiko pribadi mereka, tetapi juga dapat membantu kita menunjukkan bagaimana produk-produk ini dapat memiliki dampak pada tingkat populasi," kata Braun.
"Itu juga menjadi dasar untuk regulasi produk dan tindakan pemerintah, sehingga kita dapat menghilangkan sebagian beban dari individu."
Ilustrasi Ibu Hamil Mewarnai Rambut/ Foto: Getty Images/iStockphoto/trumzz
Studi terkait tentang dampak PFAS pada ibu hamil
Studi lain tentang dampak PFAS pada ibu hamil juga pernah dipublikasikan di Environmental Health Perspectives tahun 2023. Peneliti menemukan bahwa PFAS dalam darah ibu hamil dikaitkan dengan masalah kesehatan serius, termasuk komplikasi kehamilan dan cacat lahir.
Sementara itu, dalam ulasan di Current Environmental Health Reports tahun 2020 juga menyoroti dampak PFAS selama kehamilan yang dikhawatirkan dalam menimbulkan konsekuensi jangka panjang bagi perkembangan janin dan kesehatan anak di masa depan.
Secara khusus, paparan PFAS juga telah dikaitkan dengan meningkatnya gangguan hipertensi dalam kehamilan, diabetes gestasional, obesitas pada anak, berat badan lahir rendah, cacat lahir, dan keterlambatan perkembangan. Demikian seperti dilansir laman Environmental Working Group.
Studi terkait dampak PFAS pada ibu menyusui
Mengutip laman Centers for Disease Control and Prevention (CDC), penelitian telah menunjukkan bahwa PFAS dapat ditemukan dalam ASI dan dikeluarkan saat proses menyusui. Mekanisme masuknya PFAS ke dalam ASI belum sepenuhnya dipahami dan tingkat paparan pada bayi akan bergantung pada beberapa hal, seperti tingkat PFAS pada ibu, jumlah PFAS yang berpindah ke dalam ASI, dan durasi menyusui.
Sementara itu, studi terbaru yang diterbitkan di International Journal of Hygiene and Environmental Health menemukan bahwa paparan PFAS yang lebih tinggi dapat menyebabkan proses menyusui terhambat atau berhenti sama sekali dalam waktu enam bulan. Penelitian ini dilakukan dengan melacak durasi menyusui pada lebih dari 800 ibu baru di New Hampshire.
"Bagi semua perempuan yang terpapar, ada sedikit penurunan dalam jumlah waktu mereka menyusui setelah melahirkan," kata penulis utama studi Megan Romano, dilansir laman The Guardian.
Melansir dari beberapa sumber, kandungan PFAS banyak ditemukan di cat kuku dan makeup mata, seperti maskara. Bahan kimia ini juga dapat ditemukan di plastik dan kertas tahan minyak yang sering digunakan untuk membungkus makanan kemasan.
Demikian penjelasan mengenai studi terbaru yang menjelaskan dampak PFAS pada ibu hamil dan menyusui. Semoga informasi ini bermanfaat ya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/rap)